KIMIA DASAR
Dalam kimia, perhitungan jumlah partikel, seperti atom dan molekul, umumnya melibatkan bilangan yang sangat besar. Untuk menghitungnya secara efisien dan cepat, kita perlu mengetahui berapa bobot (massa) setiap atom dan molekul. Bobot (massa) setiap atom dapat dilihat pada tabel periodik. Sementara, untuk menentukan bobot (massa) suatu molekul, dapat dilakukan dengan menambahkan bobot (massa) setiap atom dalam senyawa tersebut. (lihat : Massa Atom Relatif, Massa Molekul Relatif, dan Mol)
Bobot (massa) setiap atom dapat ditemukan dalam tabel periodik, sehingga massa suatu molekul dapat diperoleh dengan cara menambahkan massa setiap atom di dalam senyawa tersebut. Sebagai contoh, amonia, NH3, tersusun atas tiga atom hidrogen dan satu atom nitrogen. Dengan melihat pada tabel periodik, kita dapat melihat bahwa massa satu atom hidrogen sama dengan 1,008 sma dan massa satu atom nitrogen adalah 14,00 sma. Dengan demikian, massa satu molekul amonia dapat diperoleh dengan menjumlahkan massa tiga atom hidrogen dan massa satu atom nitrogen.
Mr NH3 = 3 x Ar H + 1 x Ar N = 3 x 1,008 + 1 x 14,00 = 17,024 sma
Contoh lain, pada tabel periodik, kita dapat melihat bahwa massa satu atom tembaga adalah 63,55 sma dan massa satu atom belerang adalah 32,07 sma. Sementara, massa satu atom oksigen adalah 16,00 sma, sedangkan massa satu atom hidrogen adalah 1,008 sma. Dengan demikian, massa satu molekul CuSO4.5H2O adalah sebagai berikut:
Mr CuSO4.5H2O = 1 x Ar Cu + 1 x Ar S + 4 x Ar O + 5 x Mr H2O
= 1 x Ar Cu + 1 x Ar S + 4 x Ar O + 5 x (2 x Ar H + 1 X Ar O)
= 1 x 63,55 + 1 x 32,07 + 4 x 16,00 + 5 x (2 x 1,008 + 1 x 16,00)
= 249,700 sma
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan istilah tertentu untuk menyatakan jumlah. Sebagai contoh, istilah sepasang menyatakan jumlah sebanyak 2; satu lusin setara dengan 12; dan satu rim sama dengan 500. Masing-masing istilah tersebut adalah satuan untuk pengukuran dan hanya sesuai untuk benda tertentu. Tidak pernah kita membeli satu rim anting-anting atau satu pasang kertas.
Demikian halnya dalam ilmu kimia. Ketika para ilmuwan membicarakan tentang atom dan molekul, dibutuhkan satuan yang sesuai dan dapat digunakan untuk ukuran atom dan molekul yang sangat kecil. Satuan ini disebut mol.
Kata mol mewakili suatu bilangan, yaitu 6,022 x 1023, yang umumnya disebut sebagai bilangan Avogadro. Nama ini diberikan menurut nama Amedeo Avogadro, seorang ilmuwan yang meletakkan dasar untuk prinsip mol. (lihat : Massa Atom Relatif, Massa Molekul Relatif, dan Mol)
Bilangan Avogadro merupakan bilangan tertentu untuk sesuatu dan umumnya, sesuatu itu adalah atom dan molekul. Dengan demikian, mol berhubungan dengan dunia mikroskopis atom dan molekul. Mol juga berhubungan dengan dunia makroskopis, yaitu bobot (massa). Satu mol adalah jumlah partikel yang terdapat dalam tepat 12 gram atom C-12. Jadi, 12 gram atom C-12 tepat mengandung 6,022 x 1023 atom C-12, yang juga merupakan satu mol atom C-12. Untuk unsur lainnya, satu mol adalah bobot atom yang dinyatakan dalam gram. Untuk senyawa, satu mol adalah bobot molekul (senyawa) dalam satuan gram. (lihat : Massa Atom Relatif, Massa Molekul Relatif, dan Mol)
Massa molekul relatif (Mr) air adalah 18,015 sma. Oleh karena satu mol adalah bobot molekul (senyawa) dalam satuan gram, maka dapat dikatakan bahwa satu mol air setara dengan 18,015 gram air. Kita juga dapat mengatakan bahwa di dalam 18,015 gram air terdapat 6,022 x 1023molekul air. Satu mol air tersusun oleh dua mol hidrogen dan satu mol oksigen.
Mol adalah jembatan yang menghubungkan antara dunia mikroskopis dan makroskopis. Hubungan antara bilangan Avogadro, mol, dan bobot (massa) atom/molekul adalah sebagai berikut :
6,022 x 1023 partikel ↔ mol ↔ bobot (massa) atom atau molekul (gram)
Sebagai contoh, banyak molekul air yang terdapat di dalam 5,50 mol air adalah sebanyak 5,50 mol x 6,022 x 1023 molekul/mol = 3,31 x 1024 molekul air. Sementara, jumlah mol air di dalam 25 gram air adalah sebanyak 25 gram /18,015 gram.mol-1 = 1,39 mol air.
Konsep mol dapat digunakan untuk menghitung rumus empiris suatu senyawa. Rumus empiris adalah rumus yang menyatakan perbandingan paling sederhana mol unsur-unsur pembentuk senyawa. Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan melalui data komposisi persentase tiap unsur yang menyusun senyawa tersebut. Komposisi persentase merupakan persentase berdasarkan bobot (massa) setiap unsur dalam senyawa tersebut.
Penentuan komposisi persentase unsur merupakan salah satu dari analisis pertama yang dilakukan oleh para kimiawan saat mempelajari senyawa baru. Sebagai contoh, suatu senyawa mempunyai persentase massa unsur sebagai berikut : 26,4% Na, 36,8% S, dan 36,8% O. Kita dapat mengasumsikan massa senyawa sebesar 100 gram (basis persentase adalah per 100), sehingga persentase tersebut dapat digunakan sebagai massa unsur. Dengan demikian, mol masing-masing unsur dapat ditentukan.
mol Na = 26,4 gram / 22,99 gram.mol-1 = 1,15 mol Na
mol S = 36,8 gram / 32,07 gram.mol-1 = 1,15 mol S
mol O = 36,8 gram / 16,00 gram.mol-1 = 2,30 mol O
Rumus empiris senyawa tersebut adalah Na1,15S1,15O2,30. Angka subskrip pada rumus kimia harus merupakan bilangan bulat. Dengan demikian, setelah masing-masing angka tersebut dibagi dengan 1,15, akan diperoleh rumus NaSO2. Senyawa tersebut dikatakan memiliki rumus empiris NaSO2. Massa molekul relatif (Mr) untuk rumus empiris tersebut adalah 22,99 + 32,07 + 2(16,00) = 87,06 gram/mol.
Pada percobaan lain, telah diketahui berdasarkan analisis spektromassa, bahwa senyawa tersebut memiliki bobot (massa) molekul sebesar 174,12 gram/mol. Bobot (massa) molekul suatu senyawa menunjukkan jenis dan jumlah masing-masing unsur yang menyusun senyawa tersebut, bukan perbandingan paling sederhana. Dengan demikian, rumus molekul (formula) suatu senyawa merupakan kelipatan dari rumus empiris senyawa bersangkutan. Dengan membagi 174,12 gram dengan 87,06 gram (membagi bobot (massa) molekul sesungguhnya dengan bobot (massa) molekul relatif), diperoleh angka dua. Hal ini berarti, rumus molekul (formula) adalah dua kali rumus empirisnya. Rumus molekul (formula) senyawa tersebut sesungguhnya adalah (NaSO2)2 = Na2S2O4.
Reaksi kimia adalah proses perubahan dari suatu zat menjadi zat baru. Untuk mempelajari perubahan yang terjadi di dalam reaksi kimia, para ahli kimia biasanya menggunakan notasi (simbol) dan dinyatakan dalam persamaan reaksi kimia. Persamaan reaksi kimia menggunakan notasi kimia (simbol kimia) untuk memperlihatkan proses yang terjadi selama reaksi kimia berlangsung. Seorang kimiawan menggunakan sesuatu yang disebut reaktan dan membuat sesuatu yang baru dari reaktan tersebut (disebut produk).
Sebagai contoh, reaksi yang terjadi pada Proses Haber, suatu metode untuk menghasilkan gas amonia (NH3) dari gas nitrogen (N2) dan gas hidrogen (H2), adalah sebagai berikut :
N2(g) + 3 H2(g) → 2 NH3(g)
Reaksi tersebut dapat dibaca sebagai berikut : satu molekul gas nitrogen bereaksi dengan tiga molekul gas hidrogen menghasilkan dua molekul gas amonia.
1 molekul N2(g) + 3 molekul H2(g) → 2 molekul NH3(g)
1 lusin molekul N2(g) + 3 lusin molekul H2(g) → 2 lusin molekul NH3(g)
1000 molekul N2(g) + 3000 molekul H2(g) → 2000 molekul NH3(g)
1 juta molekul N2(g) + 3 juta molekul H2(g) → 2 juta molekul NH3(g)
1 x 6,022 x 1023 molekul N2(g) + 3 x 6,022 x 1023 molekul H2(g) → 2 x 6,022 x 1023 molekul NH3(g)
1 mol molekul N2(g) + 3 mol molekul H2(g) → 2 mol molekul NH3(g)
Ternyata koefisien reaksi pada persamaan reaksi kimia yang telah disetarakan tidak hanya menyatakan jumlah atom dan molekul, tetapi ini juga menyatakan jumlah mol. Dengan mengetahui massa molekul relatif (Mr) dari reaktan dan produk, jumlah reaktan yang dibutuhkan dan jumlah produk yang dihasilkan dapat ditentukan. Sebagai contoh, lihatlah kembali persamaan kimia pada Proses Haber.
N2(g) + 3 H2(g) → 2 NH3(g)
1 mol N2(g) + 3 mol H2(g) → 2 mol NH3(g)
1 mol N2 = 1 mol x 28,00 gram/mol = 28,00 gram
3 mol H2 = 3 mol x 2,016 gram/mol = 6,048 gram
2 mol NH3 = 2 mol x 17,024 gram/mol = 34,048 gram
Dengan mengetahui hubungan massa antara reaktan dan produk, kita dapat mengerjakan soal-soal stoikiometri. Stoikiometri adalah studi kuantitatif mengenai jumlah reaktan dan produk yang terlibat dalam reaksi kimia. Stoikiometri pada persamaan kimia menyatakan hubungan massa.
Pada persamaan reaksi Proses Haber, terlihat bahwa satu mol gas nitrogen dapat bereaksi dengan tiga mol gas hidrogen untuk menghasilkan dua mol gas amonia. Misalkan kita ingin mengetahui jumlah gram gas amonia yang dapat dihasilkan dari reaksi 75 gram gas nitrogen dengan gas hidrogen berlebih. Kuncinya adalah konsep mol. Koefisien pada reaksi yang telah disetarakan tidak hanya menunjukkan jumlah setiap atom atau molekul saja, tetapi juga jumlah mol.
Pertama, kita dapat mengubah 75 gram gas nitrogen menjadi mol gas nitrogen. Kemudian kita dapat menggunakan nisbah (perbandingan) mol gas amonia terhadap mol gas nitrogen dari persamaan reaksi yang telah disetarakan, untuk mendapatkan jumlah mol gas amonia. Akhirnya, kita mendapatkan mol amonia dan mengubahnya menjadi bentuk gram. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Massa NH3 = (75 gram N2/28,00 gram N2.mol-1 N2) x (2 mol NH3/1 mol N2) x (17,024 gram NH3/mol NH3)
= 91,2 gram NH3
Nisbah (perbandingan) mol NH3 terhadap mol N2 disebut sebagai nisbah (perbandingan) stoikiometri. Nisbah ini dapat digunakan untuk mengubah mol suatu bahan pada persamaan reaksi menjadi mol bahan lainnya.
Secara umum, berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyelesaikan soal stoikimoetri :
2 Fe2O3(s) + 3 C(s) → 4 Fe(s) + 3 CO2(g)
Pada contoh ini, bobot (massa) molekul relatif dari setiap bahan adalah sebagai berikut :
Fe2O3 : 159,69 gram/mol
C : 12,01 gram/mol
Fe : 55,85 gram/mol
CO2 : 44,01 gram/mol
Misalkan, kita ingin menentukan berapa gram karbon yang diperlukan untuk tepat bereaksi dengan 1 kilogram karat besi. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah mengubah kilogram karat besi menjadi gram karat besi, kemudian mengubahnya menjadi mol karat besi. Langkah berikutnya, kita menggunakan nisbah stoikiometri untuk mengubah dari mol karat besi menjadi mol karbon. Akhirnya, setelah mendapatkan mol karbon, massa karbon dapat ditentukan dengan menggunakan massa atom relatif karbon.
1 kilogram Fe2O3 = 1000 gram Fe2O3
Mol Fe2O3 = 1000 gram/159,69 gram.mol-1 = 6,262 mol Fe2O3
Nisbah stoikiometri C terhadap Fe2O3 adalah 3 : 2
Mol Fe2O3 : Mol C = Koefisien reaksi Fe2O3 : Koefisien reaksi C
6,262 : Mol C = 2 : 3
Mol C = 3/2 x Mol Fe2O3 = 3/2 x 6,262 mol = 9,393 mol C
Massa C = mol C x Ar C = 9,393 mol Cx 12,01 gram C/mol C = 112,8 gram C
Kita juga dapat menghitung jumlah atom karbon yang digunakan untuk bereaksi dengan 1 kilogram karat besi. Pada dasarnya, perhitungan yang digunakan sama, tetapi pada tahap pengubahan mol karbon menjadi gram karbon, diganti dengan pengubahan mol karbon menjadi atom karbon dengan menggunakan bilangan Avogadro.
Jumlah Atom C = mol C x Bilangan Avogadro = 9,393 mol C x 6,022 x 1023 atom C/mol C
= 5,656 x 1024 atom C
Selanjutnya, kita ingin menentukan berapa gram besi yang dihasilkan dari reaksi 1 kilogram karat besi. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah mengubah kilogram karat besi menjadi gram karat besi, kemudian mengubahnya menjadi mol karat besi. Langkah berikutnya, kita menggunakan nisbah stoikiometri untuk mengubah dari mol karat besi menjadi mol besi. Akhirnya, setelah mendapatkan mol besi, massa besi dapat ditentukan dengan menggunakan massa atom relatif besi.
1 kilogram Fe2O3 = 1000 gram Fe2O3
Mol Fe2O3 = 1000 gram/159,69 gram.mol-1 = 6,262 mol Fe2O3
Nisbah stoikiometri Fe terhadap Fe2O3 adalah 4 : 2
Mol Fe2O3 : Mol Fe = Koefisien reaksi Fe2O3 : Koefisien reaksi Fe
6,262 : Mol Fe = 2 : 4
Mol Fe = 4/2 x Mol Fe2O3 = 4/2 x 6,262 mol = 12,524 mol Fe
Massa Fe = mol Fe x Ar Fe = 12,524 mol Fe x 55,85 gram Fe/mol Fe = 699,47 gram Fe
Dengan demikian, kita dapat meramalkan bahwa pada akhir reaksi, 1 kilogram karat besi dapat menghasilkan 699,47 gram logam besi. Namun, bagaimana jika setelah melakukan reaksi ini, kita hanya mendapatkan 525 gram logam besi? Ada beberapa alasan sehingga kita mendapatkan hasil yang jauh lebih kecil dari yang kita harapkan. Misalkan, reaktan yang digunakan tidak murni. Atau mungkin saja teknik reaksi yang digunakan tidak begitu baik. Tidak menutup kemungkinan, reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan (reversibel, lihat : Kesetimbangan Kimia), sehingga kita tidak akan pernah memperoleh hasil 100% dari perubahan reaktan menjadi produk.
Efisiensi suatu reaksi kimia dapat ditentukan melalui perhitungan persentase hasil. Hampir di semua reaksi, kita akan mendapatkan hasil yang lebih sedikit dari yang diharapkan. Hal ini terjadi karena sebagian besar reaksi merupakan reaksi kesetimbangan (lihat : Kesetimbangan Kimia) atau karena adanya beberapa kondisi reaksi yang menyebabkan reaksi tidak berjalan sempurna. Para kimiawan dapat memperoleh efisiensi reaksi dengan menghitung persentase hasil sebagai berikut :
Persentase hasil = (hasil sesungguhnya/hasil teoritis) x 100%
Hasil sesungguhnya adalah berapa banyak produk yang diperoleh setelah reaksi selesai. Hasil teoritis adalah berapa banyak produk yang diperoleh berdasarkan perhitungan stoikiometri. Perbandingan dari kedua hasil ini memberikan penjelasan tentang seberapa efisien reaksi tersebut. Pada contoh sebelumnya, hasil teoritis logam besi adalah 699,47 gram. Sedangkan hasil sesungguhnya adalah 525 gram. Oleh karena itu, persentase hasilnya adalah :
% hasil = (525 gram/699,47 gram) x 100% = 75,05%
Persentase hasil 75% bukan merupakan hasil yang terlalu buruk. Akan tetapi, para kimiawan dan insinyur kimia lebih senang mendapatkan hasil yang lebih besar dari 90%. Salah satu industri yang menggunakan Proses Haber memiliki persentase hasil yang lebih dari 99%.
Pada beberapa reaksi kimia, reaktan yang disediakan tidak selalu sesuai dengan nisbah stoikiometrinya. Hal ini berarti, kita akan kehabisan salah satu reaktan dan masih menyisakan reaktan lainnya. Reaktan yang habis terlebih dahulu dikenal dengan istilah pereaksi pembatas. Pereaksi pembatas menentukan jumlah produk yang akan dihasilkan oleh suatu reaksi kimia. Berikut ini kita akan membahas bagaimana cara menentukan pereaksi pembatas melalui contoh berikut :
4 NH3(g) + 5 O2(g) → 4 NO(g) + 6 H2O(l)
Kita mulai dengan 100 gram gas amonia yang direaksikan dengan 100 gram gas oksigen. Reaktan manakah yang merupakan pereaksi pembatas? Berapakah gram gas nitrogen monoksida (NO) yang dapat dihasilkan?
Untuk menentukan reaktan mana yang merupakan pereaksi pembatas, kita dapat menggunakan nisbah (perbandingan) mol terhadap koefisien reaksinya. Kita menghitung jumlah mol masing-masing dan kemudian dibagi dengan koefisien reaksinya masing-masing berdasarkan persamaan reaksi kimia yang telah disetarakan. Nisbah mol terhadap koefisien yang terkecil merupakan pereaksi pembatas.
Mol NH3 = 100 gram/17,024 gram.mol-1 = 5,874 mol
Mol NH3/koefisien NH3 = 5,874/4 = 1,468
Mol O2 = 100 gram/32,00 gram.mol-1 = 3,125 mol
Mol O2/koefisien O2 = 3,125/5 = 0,625
Gas amonia mempunyai nisbah mol terhadap koefisien sebesar 1,468. Sementara, gas oksigen mempunyai nilai nisbah 0,625. Dengan demikian, gas oksigen merupakan pereaksi pembatas. Perhitungan produk yang akan dihasilkan bergantung pada mol gas oksigen.
Nisbah stoikiometri NO terhadap O2 adalah 4 : 5
Mol O2 : Mol NO = Koefisien reaksi O2 : Koefisien reaksi NO
3,125 : Mol NO = 5 : 4
Mol NO = 4/5 x Mol O2 = 4/5 x 3,125 mol = 2,5 mol NO
Massa NO = mol NO x Ar NO = 2,5 mol NO x 30,00 gram NO/mol NO = 75,00 gram NO
Nilai 75,00 gram NO merupakan hasil teoritis. Jika hasil sesungguhnya adalah 70,00 gram, persentase hasil reaksi tersebut adalah sebesar (70,00 gram/75,00 gram) x 100 % = 93,33%.
Kita juga dapat menghitung berapa banyak gas amonia yang tersisa. Perhitungan mol gas amonia yang digunakan dalam reaksi bergantung pada mol gas oksigen sebagai pereaksi pembatas.
Nisbah stoikiometri NH3 terhadap O2 adalah 4 : 5
Mol O2 : Mol NH3 = Koefisien reaksi O2 : Koefisien reaksi NH3
3,125 : Mol NH3= 5 : 4
Mol NH3 = 4/5 x Mol O2 = 4/5 x 3,125 mol = 2,5 mol NH3
Massa NH3 = mol NH3 x Ar NH3 = 2,5 mol NH3 x 17,024 gram NH3/mol NH3 = 42,56 gram NH3
Dengan demikian, jumlah gas amonia yang tersisa (tidak digunakan) adalah sebanyak 100 gram - 42,56 gram = 57,44 gram.
BILANGAN OKSIDASI
Pengertian Bilangan Oksidasi
Dengan bilangan oksidasi akan mempermudah dalam pengerjaan reduksi atau oksidasi dalam suatu reaksi redoks.
Kita akan membuat contoh dari Vanadium. Vanadium membentuk beberapa ion, V2+ dan V3+. Bagaimana ini bisa terjadi? Ion V2+ akan terbentuk dengan mengoksidasi logam, dengan memindahkan 2 elektron:


Vanadium kini disebut mempunyai biloks +2.
Pemindahan satu elektron lagi membentuk ion V3+:


Vanadium kini mempunyai biloks +3.
Pemindahan elektron sekali lagi membentuk bentuk ion tidak biasa, VO2+.


Biloks vanadium kini adalah +4. Perhatikan bahwa biloks tidak didapat hanya dengan menghitung muatan ion (tapi pada kasus pertama dan kedua tadi memang benar).
Bilangan oksidasi positif dihitung dari total elektron yang harus dipindahkan-mulai dari bentuk unsur bebasnya.
Vanadium biloks +5 juga bisa saja dibentuk dengan memindahkan elektron kelima dan membentuk ion baru.


Setiap kali vanadium dioksidasi dengan memindahkan satu elektronnya, biloks vanadium bertambah 1.
Sebaliknya, jika elektron ditambahkan pada ion, biloksnya akan turun. Bahkan dapat didapat lagi bentuk awal atau bentuk bebas vanadium yang memiliki biloks nol.
Bagaimana jika pada suatu unsur ditambahkan elektron? Ini tidak dapat dilakukan pada vanadium, tapi dapat pada unsur seperti sulfur.


Ion sulfur memiliki biloks -2.
Kesimpulan
Biloks menunjukkan total elektron yang dipindahkan dari unsur bebas (biloks positif) atau ditambahkan pada suatu unsur (biloks negatif) untuk mencapai keadaan atau bentuknya yang baru.
Oksidasi melibatkan kenaikan bilangan oksidasi
Reduksi melibatkan penurunan bilangan oksidasi
Dengan memahami pola sederhana ini akan mempermudah pemahaman tentang konsep bilangan oksidasi. Jika anda mengerti bagaimana bilangan oksidasi berubah selama reaksi, anda dapat segera tahu apakah zat dioksidasi atau direduksi tanpa harus mengerjakan setengah-reaksi dan transfer elektron.
Mengerjakan bilangan oksidasi
Biloks tidak didapat dengan menghitung jumlah elektron yang ditransfer. Karena itu membutuhkan langkah yang panjang. Sebaliknya cukup dengan langkah yang sederhana, dan perhitungan sederhana.
E Biloks dari unsur bebas adalah nol. Itu karena unsur bebas belum mengalami oksidasi atau reduksi. Ini berlaku untuk semua unsur, baik unsur dengan struktur sederhana seperti Cl2 atau S8, atau unsur dengan struktur besar seperti karbon atau silikon.
* Jumlah biloks dari semua atom atau ion dalam suatu senyawa netral adalah nol.
* Jumlah biloks dari semua atom dalam suatu senyawa ion sama dengan jumlah muatan ion tersebut.
* Unsur dalam senyawa yang lebih elektronegatif diberi biloks negatif. Yang kurang elektronegatif diberi biloks positif. Ingat, Fluorin adalah unsur paling elektronegatif, kemudian oksigen.
* Beberapa unsur hampir selalu mempunyai biloks sama dalam senyawanya:
Alasan pengecualian
Hidrogen dalam hidrida logam
Yang termasuk hidrida logam antara lain natrium hidrida, NaH. Dalam senyawa ini, hidrogen ada dalam bentuk ion hidrida, H-. Biloks dari ion seperti hidrida adalah sama dengan muatan ion, dalam contoh ini, -1.
Dengan penjelasan lain, biloks senyawa netral adalah nol, dan biloks logam golongan I dalam senyawa selalu +1, jadi biloks hidrogen haruslah -1 (+1-1=0).
Oksigen dalam peroksida
Yang termasuk peroksida antara lain, H2O2. Senyawa ini adalah senyawa netral, jadi jumlah biloks hidrogen dan oksigen harus nol.
Karena tiap hidrogen memiliki biloks +1, biloks tiap oksigen harus -1, untuk mengimbangi biloks hidrogen.
Oksigen dalam F2O
Permasalahan disini adalah oksigen bukanlah unsur paling elektronegatif. Fluorin yang paling elektronegatif dan memiliki biloks -1. Jadi biloks oksigen adalah +2.
Klorin dalam persenyawaan dengan fluorin atau oksigen
Klorin memiliki banyak biloks dalam persenyawaan ini. Tetapi harus diingat, klorin tidak memiliki biloks -1 dalam persenyawaan ini.
Contoh soal bilangan oksidasi
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam Cr2+?
Untuk ion sederhana seperti ini, biloks adalah jumlah muatan ion, yaitu +2 (jangan lupa tanda +)
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam CrCl3?
CrCl3 adalah senyawa netral, jadi jumlah biloksnya adalah nol. Klorin memiliki biloks -1. Misalkan biloks kromium adalah n:
n + 3 (-1) = 0
n = +3
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam Cr(H2O)63+?
Senyawa ini merupakan senyawa ion, jumlah biloksnya sama dengan muatan ion. Ada keterbatasan dalam mengerjakan biloks dalam ion kompleks seperti ini dimana ion logam dikelilingi oleh molekul-molekul netral seperti air atau amonia.
Jumlah biloks dari molekul netral yang terikat pada logam harus nol. Berarti molekul-molekul tersebut dapat diabaikan dalam mengerjakan soal ini. Jadi bentuknya sama seperti ion kromium yang tak terikat molekul, Cr3+. Biloksnya adalah +3.
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam ion dikromat, Cr2O72-?
Biloks oksigen adalah -2, dan jumlah biloks sama dengan jumlah muatan ion. Jangan lupa bahwa ada 2 atom kromium.
2n + 7(-2) = -2
n = +6
Apakah bilangan oksidasi dari tembaga dalam CuSO4?
Dalam mengerjakan soal oksidasi tidak selalu dapat memakai cara sederhana seperti diatas. Permasalahan dalam soal ini adalah dalam senyawa terdapat dua unsur (tembaga dan sulfur) yang biloks keduanyadapat berubah.
Ada dua cara dalam memecahkan soal ini:
E Senyawa ini merupakan senyawa ionik, terbentuk dari ion tembaga dan ion sulfat, SO42-, untuk membentuk senyawa netral, ion tembaga harus dalam bentuk ion 2+. Jadi biloks tembaga adalah +2.
E Senyawa ini juga dapat ditulis tembaga(II)sulfat. Tanda (II) menunjukkan biloksnya adalah 2. Kita dapat mengetahui bahwa biloksnya adalah +2 dari logam tembaga membentuk ion positif, dan biloks adalah muatan ion.
Menggunakan bilangan oksidasi
Dalam penamaan senyawa
Anda pasti pernah tahu nama-nama ion seperti besi(II)sulfat dan besi(III)klorida. Tanda (II) dan (III) merupakan biloks dari besi dalam kedua senyawa tersebut: yaitu +2 dan +3. Ini menjelaskan bahwa senyawa mengandung ion Fe2+ dan Fe3+.
Besi(II)sulfat adalah FeSO4. Ada juga senyawa FeSO3 dengan nama klasik besi(II)sulfit. Nama modern menunjukkan biloks sulfur dalam kedua senyawa.
Ion sulfat yaitu SO42-. Biloks sulfur adalah +6. Ion tersebut sering disebut ion sulfat(VI).
Ion sulfit yaitu SO32-. Biloks sulfur adalah +4. Ion ini sering disebut ion sulfat(IV). Akhiran -at menunjukkan sulfur merupakan ion negatif.
Jadi lengkapnya FeSO4 disebut besi(II)sulfat(VI), dan FeSO3 disebut besi(II)sulfat(IV). Tetapi karena kerancuan pada nama-nama tersebut, nama klasik sulfat dan sulfit masih digunakan.
Menggunakan bilangan oksidasi untuk menentukan yang dioksidasi dan yang direduksi.
Ini merupakan aplikasi bilangan oksidasi yang paling umum. Seperti telah dijelaskan:
Oksidasi melibatkan kenaikan bilangan oksidasi
Reduksi melibatkan penurunan bilangan oksidasi
Pada contoh berikut ini, kita harus menentukan apakah reaksi adalah reaksi redoks, dan jika ya apa yang dioksidasi dan apa yang direduksi.
Contoh 1:
Reaksi antara magnesium dengan asam hidroklorida:


Apakah ada biloks yang berubah? Ya, ada dua unsur yang berupa senyawa pada satu sisi reaksi dan bentuk bebas pada sisi lainnya. Periksa semua biloks agar lebih yakin.


Biloks magnesium naik, jadi magnesium teroksidasi. Biloks hidrogen turun, jadi hidrogen tereduksi. Klorin memiliki biloks yang sama pada kedua sisi persamaan reaksi, jadi klorin tidak teroksidasi ataupun tereduksi.
Contoh 2:
Reaksi antara natrium hidroksidsa dengan asam hidroklorida:


Semua bilangan oksidasi diperiksa:


Ternyata tidak ada biloks yang berubah. Jadi, reaksi ini bukanlah reaksi redoks.
Contoh 3:
Reaksi antara klorin dan natrium hidroksida encer dingin:


Jelas terlihat, biloks klorin berubah karena berubah dari undur bebas menjadi dalam persenyawaan. Bilangan oksidasi diperiksa:


Klorin ternyata satu-satunya unsur yang mengalami perubahan biloks. Lalu, klorin mengalami reduksi atau oksidasi? Jawabannya adalah keduanya. Satu atom klorin mengalami reduksi karena biloksnya turun, atom klorin lainnya teroksidasi.
Peristiwa seperti ini disebut reaksi disproporsionasi. Reaksi disproporsionasi yaitu reaksi dimana satu unsur mengalami oksidasi maupun reduksi.
Menggunakan bilangan oksidasi untuk mengerjakan proporsi reaksi
Bilangan oksidasi dapat berguna dalam membuat proporsi reaksi dalam reaksi titrasi, dimana tidak terdapat informasi yang cukup untuk menyelesaikan persamaan reaksi yang lengkap.
Ingat, setiap perubahan 1 nilai biloks menunjukkan bahwa satu elektron telah ditransfer. Jika biloks suatu unsur dalam reaksi turun 2 nilai, berarti unsur tersebut memperoleh 2 elektron.
Unsur lain dalam reaksi pastilah kehilangan 2 elektron tadi. Setiap biloks yang turun, pasti diikuti dengan kenaikan yang setara biloks unsur lain.
Ion yang mengandung cerium dengan biloks +4 adalah zat pengoksidasi (rumus molekul rumit, tidak sekedar Ce4+). Zat tersebut dapat mengoksidasi ion yang mngandung molybdenum dari biloks +2 menjadi +6. Biloks cerium menjadi +3 ( Ce4+). Lalu, bagaimana proporsi reaksinya?
Biloks molybdenum naik sebanyak 4 nilai. Berarti biloks cerium harus turun sebanyak 4 nilai juga.
Tetapi biloks cerium dalam tiap ionnya hanya turun 1 nilai, dari +4 menjadi +3. Jadi jelas setidaknya harus ada 4 ion cerium yang terlibat dalam setiap reaksi dengan molybdenum ini.
Proporsi reaksinya adalah 4 ion yang mengandung cerium dengan 1 ion molybdenum.
Konsep Mol dan Hukum Dasar Kimia
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari konsep mol, konsep persamaan reaksi kimia, menggunakan konsep mol dalam menentukan jumlah produk yang dihasilkan oleh suatu reaksi kimia, menuliskan rumus empiris dan rumus molekul senyawa kimia, serta menggunakan konsep pereaksi pembatas dalam menyelesaikan soal perhitungan kimia.Dalam kimia, perhitungan jumlah partikel, seperti atom dan molekul, umumnya melibatkan bilangan yang sangat besar. Untuk menghitungnya secara efisien dan cepat, kita perlu mengetahui berapa bobot (massa) setiap atom dan molekul. Bobot (massa) setiap atom dapat dilihat pada tabel periodik. Sementara, untuk menentukan bobot (massa) suatu molekul, dapat dilakukan dengan menambahkan bobot (massa) setiap atom dalam senyawa tersebut. (lihat : Massa Atom Relatif, Massa Molekul Relatif, dan Mol)
Bobot (massa) setiap atom dapat ditemukan dalam tabel periodik, sehingga massa suatu molekul dapat diperoleh dengan cara menambahkan massa setiap atom di dalam senyawa tersebut. Sebagai contoh, amonia, NH3, tersusun atas tiga atom hidrogen dan satu atom nitrogen. Dengan melihat pada tabel periodik, kita dapat melihat bahwa massa satu atom hidrogen sama dengan 1,008 sma dan massa satu atom nitrogen adalah 14,00 sma. Dengan demikian, massa satu molekul amonia dapat diperoleh dengan menjumlahkan massa tiga atom hidrogen dan massa satu atom nitrogen.
Mr NH3 = 3 x Ar H + 1 x Ar N = 3 x 1,008 + 1 x 14,00 = 17,024 sma
Contoh lain, pada tabel periodik, kita dapat melihat bahwa massa satu atom tembaga adalah 63,55 sma dan massa satu atom belerang adalah 32,07 sma. Sementara, massa satu atom oksigen adalah 16,00 sma, sedangkan massa satu atom hidrogen adalah 1,008 sma. Dengan demikian, massa satu molekul CuSO4.5H2O adalah sebagai berikut:
Mr CuSO4.5H2O = 1 x Ar Cu + 1 x Ar S + 4 x Ar O + 5 x Mr H2O
= 1 x Ar Cu + 1 x Ar S + 4 x Ar O + 5 x (2 x Ar H + 1 X Ar O)
= 1 x 63,55 + 1 x 32,07 + 4 x 16,00 + 5 x (2 x 1,008 + 1 x 16,00)
= 249,700 sma
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan istilah tertentu untuk menyatakan jumlah. Sebagai contoh, istilah sepasang menyatakan jumlah sebanyak 2; satu lusin setara dengan 12; dan satu rim sama dengan 500. Masing-masing istilah tersebut adalah satuan untuk pengukuran dan hanya sesuai untuk benda tertentu. Tidak pernah kita membeli satu rim anting-anting atau satu pasang kertas.
Demikian halnya dalam ilmu kimia. Ketika para ilmuwan membicarakan tentang atom dan molekul, dibutuhkan satuan yang sesuai dan dapat digunakan untuk ukuran atom dan molekul yang sangat kecil. Satuan ini disebut mol.
Kata mol mewakili suatu bilangan, yaitu 6,022 x 1023, yang umumnya disebut sebagai bilangan Avogadro. Nama ini diberikan menurut nama Amedeo Avogadro, seorang ilmuwan yang meletakkan dasar untuk prinsip mol. (lihat : Massa Atom Relatif, Massa Molekul Relatif, dan Mol)
Bilangan Avogadro merupakan bilangan tertentu untuk sesuatu dan umumnya, sesuatu itu adalah atom dan molekul. Dengan demikian, mol berhubungan dengan dunia mikroskopis atom dan molekul. Mol juga berhubungan dengan dunia makroskopis, yaitu bobot (massa). Satu mol adalah jumlah partikel yang terdapat dalam tepat 12 gram atom C-12. Jadi, 12 gram atom C-12 tepat mengandung 6,022 x 1023 atom C-12, yang juga merupakan satu mol atom C-12. Untuk unsur lainnya, satu mol adalah bobot atom yang dinyatakan dalam gram. Untuk senyawa, satu mol adalah bobot molekul (senyawa) dalam satuan gram. (lihat : Massa Atom Relatif, Massa Molekul Relatif, dan Mol)
Massa molekul relatif (Mr) air adalah 18,015 sma. Oleh karena satu mol adalah bobot molekul (senyawa) dalam satuan gram, maka dapat dikatakan bahwa satu mol air setara dengan 18,015 gram air. Kita juga dapat mengatakan bahwa di dalam 18,015 gram air terdapat 6,022 x 1023molekul air. Satu mol air tersusun oleh dua mol hidrogen dan satu mol oksigen.
Mol adalah jembatan yang menghubungkan antara dunia mikroskopis dan makroskopis. Hubungan antara bilangan Avogadro, mol, dan bobot (massa) atom/molekul adalah sebagai berikut :
6,022 x 1023 partikel ↔ mol ↔ bobot (massa) atom atau molekul (gram)
Sebagai contoh, banyak molekul air yang terdapat di dalam 5,50 mol air adalah sebanyak 5,50 mol x 6,022 x 1023 molekul/mol = 3,31 x 1024 molekul air. Sementara, jumlah mol air di dalam 25 gram air adalah sebanyak 25 gram /18,015 gram.mol-1 = 1,39 mol air.
Konsep mol dapat digunakan untuk menghitung rumus empiris suatu senyawa. Rumus empiris adalah rumus yang menyatakan perbandingan paling sederhana mol unsur-unsur pembentuk senyawa. Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan melalui data komposisi persentase tiap unsur yang menyusun senyawa tersebut. Komposisi persentase merupakan persentase berdasarkan bobot (massa) setiap unsur dalam senyawa tersebut.
Penentuan komposisi persentase unsur merupakan salah satu dari analisis pertama yang dilakukan oleh para kimiawan saat mempelajari senyawa baru. Sebagai contoh, suatu senyawa mempunyai persentase massa unsur sebagai berikut : 26,4% Na, 36,8% S, dan 36,8% O. Kita dapat mengasumsikan massa senyawa sebesar 100 gram (basis persentase adalah per 100), sehingga persentase tersebut dapat digunakan sebagai massa unsur. Dengan demikian, mol masing-masing unsur dapat ditentukan.
mol Na = 26,4 gram / 22,99 gram.mol-1 = 1,15 mol Na
mol S = 36,8 gram / 32,07 gram.mol-1 = 1,15 mol S
mol O = 36,8 gram / 16,00 gram.mol-1 = 2,30 mol O
Rumus empiris senyawa tersebut adalah Na1,15S1,15O2,30. Angka subskrip pada rumus kimia harus merupakan bilangan bulat. Dengan demikian, setelah masing-masing angka tersebut dibagi dengan 1,15, akan diperoleh rumus NaSO2. Senyawa tersebut dikatakan memiliki rumus empiris NaSO2. Massa molekul relatif (Mr) untuk rumus empiris tersebut adalah 22,99 + 32,07 + 2(16,00) = 87,06 gram/mol.
Pada percobaan lain, telah diketahui berdasarkan analisis spektromassa, bahwa senyawa tersebut memiliki bobot (massa) molekul sebesar 174,12 gram/mol. Bobot (massa) molekul suatu senyawa menunjukkan jenis dan jumlah masing-masing unsur yang menyusun senyawa tersebut, bukan perbandingan paling sederhana. Dengan demikian, rumus molekul (formula) suatu senyawa merupakan kelipatan dari rumus empiris senyawa bersangkutan. Dengan membagi 174,12 gram dengan 87,06 gram (membagi bobot (massa) molekul sesungguhnya dengan bobot (massa) molekul relatif), diperoleh angka dua. Hal ini berarti, rumus molekul (formula) adalah dua kali rumus empirisnya. Rumus molekul (formula) senyawa tersebut sesungguhnya adalah (NaSO2)2 = Na2S2O4.
Reaksi kimia adalah proses perubahan dari suatu zat menjadi zat baru. Untuk mempelajari perubahan yang terjadi di dalam reaksi kimia, para ahli kimia biasanya menggunakan notasi (simbol) dan dinyatakan dalam persamaan reaksi kimia. Persamaan reaksi kimia menggunakan notasi kimia (simbol kimia) untuk memperlihatkan proses yang terjadi selama reaksi kimia berlangsung. Seorang kimiawan menggunakan sesuatu yang disebut reaktan dan membuat sesuatu yang baru dari reaktan tersebut (disebut produk).
Sebagai contoh, reaksi yang terjadi pada Proses Haber, suatu metode untuk menghasilkan gas amonia (NH3) dari gas nitrogen (N2) dan gas hidrogen (H2), adalah sebagai berikut :
N2(g) + 3 H2(g) → 2 NH3(g)
Reaksi tersebut dapat dibaca sebagai berikut : satu molekul gas nitrogen bereaksi dengan tiga molekul gas hidrogen menghasilkan dua molekul gas amonia.
1 molekul N2(g) + 3 molekul H2(g) → 2 molekul NH3(g)
1 lusin molekul N2(g) + 3 lusin molekul H2(g) → 2 lusin molekul NH3(g)
1000 molekul N2(g) + 3000 molekul H2(g) → 2000 molekul NH3(g)
1 juta molekul N2(g) + 3 juta molekul H2(g) → 2 juta molekul NH3(g)
1 x 6,022 x 1023 molekul N2(g) + 3 x 6,022 x 1023 molekul H2(g) → 2 x 6,022 x 1023 molekul NH3(g)
1 mol molekul N2(g) + 3 mol molekul H2(g) → 2 mol molekul NH3(g)
Ternyata koefisien reaksi pada persamaan reaksi kimia yang telah disetarakan tidak hanya menyatakan jumlah atom dan molekul, tetapi ini juga menyatakan jumlah mol. Dengan mengetahui massa molekul relatif (Mr) dari reaktan dan produk, jumlah reaktan yang dibutuhkan dan jumlah produk yang dihasilkan dapat ditentukan. Sebagai contoh, lihatlah kembali persamaan kimia pada Proses Haber.
N2(g) + 3 H2(g) → 2 NH3(g)
1 mol N2(g) + 3 mol H2(g) → 2 mol NH3(g)
1 mol N2 = 1 mol x 28,00 gram/mol = 28,00 gram
3 mol H2 = 3 mol x 2,016 gram/mol = 6,048 gram
2 mol NH3 = 2 mol x 17,024 gram/mol = 34,048 gram
Dengan mengetahui hubungan massa antara reaktan dan produk, kita dapat mengerjakan soal-soal stoikiometri. Stoikiometri adalah studi kuantitatif mengenai jumlah reaktan dan produk yang terlibat dalam reaksi kimia. Stoikiometri pada persamaan kimia menyatakan hubungan massa.
Pada persamaan reaksi Proses Haber, terlihat bahwa satu mol gas nitrogen dapat bereaksi dengan tiga mol gas hidrogen untuk menghasilkan dua mol gas amonia. Misalkan kita ingin mengetahui jumlah gram gas amonia yang dapat dihasilkan dari reaksi 75 gram gas nitrogen dengan gas hidrogen berlebih. Kuncinya adalah konsep mol. Koefisien pada reaksi yang telah disetarakan tidak hanya menunjukkan jumlah setiap atom atau molekul saja, tetapi juga jumlah mol.
Pertama, kita dapat mengubah 75 gram gas nitrogen menjadi mol gas nitrogen. Kemudian kita dapat menggunakan nisbah (perbandingan) mol gas amonia terhadap mol gas nitrogen dari persamaan reaksi yang telah disetarakan, untuk mendapatkan jumlah mol gas amonia. Akhirnya, kita mendapatkan mol amonia dan mengubahnya menjadi bentuk gram. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Massa NH3 = (75 gram N2/28,00 gram N2.mol-1 N2) x (2 mol NH3/1 mol N2) x (17,024 gram NH3/mol NH3)
= 91,2 gram NH3
Nisbah (perbandingan) mol NH3 terhadap mol N2 disebut sebagai nisbah (perbandingan) stoikiometri. Nisbah ini dapat digunakan untuk mengubah mol suatu bahan pada persamaan reaksi menjadi mol bahan lainnya.
Secara umum, berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyelesaikan soal stoikimoetri :
- Tuliskan terlebih dahulu persamaan reaksi kimia yang telah disetarakan
- Ubahlah satuan reaktan dari gram atau satuan lainnya menjadi satuan mol
- Gunakan nisbah stoikiometri untuk menentukan jumlah mol produk yang terbentuk
- Ubahlah mol produk yang dihasilkan menjadi satuan gram atau satuan lainnya
2 Fe2O3(s) + 3 C(s) → 4 Fe(s) + 3 CO2(g)
Pada contoh ini, bobot (massa) molekul relatif dari setiap bahan adalah sebagai berikut :
Fe2O3 : 159,69 gram/mol
C : 12,01 gram/mol
Fe : 55,85 gram/mol
CO2 : 44,01 gram/mol
Misalkan, kita ingin menentukan berapa gram karbon yang diperlukan untuk tepat bereaksi dengan 1 kilogram karat besi. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah mengubah kilogram karat besi menjadi gram karat besi, kemudian mengubahnya menjadi mol karat besi. Langkah berikutnya, kita menggunakan nisbah stoikiometri untuk mengubah dari mol karat besi menjadi mol karbon. Akhirnya, setelah mendapatkan mol karbon, massa karbon dapat ditentukan dengan menggunakan massa atom relatif karbon.
1 kilogram Fe2O3 = 1000 gram Fe2O3
Mol Fe2O3 = 1000 gram/159,69 gram.mol-1 = 6,262 mol Fe2O3
Nisbah stoikiometri C terhadap Fe2O3 adalah 3 : 2
Mol Fe2O3 : Mol C = Koefisien reaksi Fe2O3 : Koefisien reaksi C
6,262 : Mol C = 2 : 3
Mol C = 3/2 x Mol Fe2O3 = 3/2 x 6,262 mol = 9,393 mol C
Massa C = mol C x Ar C = 9,393 mol Cx 12,01 gram C/mol C = 112,8 gram C
Kita juga dapat menghitung jumlah atom karbon yang digunakan untuk bereaksi dengan 1 kilogram karat besi. Pada dasarnya, perhitungan yang digunakan sama, tetapi pada tahap pengubahan mol karbon menjadi gram karbon, diganti dengan pengubahan mol karbon menjadi atom karbon dengan menggunakan bilangan Avogadro.
Jumlah Atom C = mol C x Bilangan Avogadro = 9,393 mol C x 6,022 x 1023 atom C/mol C
= 5,656 x 1024 atom C
Selanjutnya, kita ingin menentukan berapa gram besi yang dihasilkan dari reaksi 1 kilogram karat besi. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah mengubah kilogram karat besi menjadi gram karat besi, kemudian mengubahnya menjadi mol karat besi. Langkah berikutnya, kita menggunakan nisbah stoikiometri untuk mengubah dari mol karat besi menjadi mol besi. Akhirnya, setelah mendapatkan mol besi, massa besi dapat ditentukan dengan menggunakan massa atom relatif besi.
1 kilogram Fe2O3 = 1000 gram Fe2O3
Mol Fe2O3 = 1000 gram/159,69 gram.mol-1 = 6,262 mol Fe2O3
Nisbah stoikiometri Fe terhadap Fe2O3 adalah 4 : 2
Mol Fe2O3 : Mol Fe = Koefisien reaksi Fe2O3 : Koefisien reaksi Fe
6,262 : Mol Fe = 2 : 4
Mol Fe = 4/2 x Mol Fe2O3 = 4/2 x 6,262 mol = 12,524 mol Fe
Massa Fe = mol Fe x Ar Fe = 12,524 mol Fe x 55,85 gram Fe/mol Fe = 699,47 gram Fe
Dengan demikian, kita dapat meramalkan bahwa pada akhir reaksi, 1 kilogram karat besi dapat menghasilkan 699,47 gram logam besi. Namun, bagaimana jika setelah melakukan reaksi ini, kita hanya mendapatkan 525 gram logam besi? Ada beberapa alasan sehingga kita mendapatkan hasil yang jauh lebih kecil dari yang kita harapkan. Misalkan, reaktan yang digunakan tidak murni. Atau mungkin saja teknik reaksi yang digunakan tidak begitu baik. Tidak menutup kemungkinan, reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan (reversibel, lihat : Kesetimbangan Kimia), sehingga kita tidak akan pernah memperoleh hasil 100% dari perubahan reaktan menjadi produk.
Efisiensi suatu reaksi kimia dapat ditentukan melalui perhitungan persentase hasil. Hampir di semua reaksi, kita akan mendapatkan hasil yang lebih sedikit dari yang diharapkan. Hal ini terjadi karena sebagian besar reaksi merupakan reaksi kesetimbangan (lihat : Kesetimbangan Kimia) atau karena adanya beberapa kondisi reaksi yang menyebabkan reaksi tidak berjalan sempurna. Para kimiawan dapat memperoleh efisiensi reaksi dengan menghitung persentase hasil sebagai berikut :
Persentase hasil = (hasil sesungguhnya/hasil teoritis) x 100%
Hasil sesungguhnya adalah berapa banyak produk yang diperoleh setelah reaksi selesai. Hasil teoritis adalah berapa banyak produk yang diperoleh berdasarkan perhitungan stoikiometri. Perbandingan dari kedua hasil ini memberikan penjelasan tentang seberapa efisien reaksi tersebut. Pada contoh sebelumnya, hasil teoritis logam besi adalah 699,47 gram. Sedangkan hasil sesungguhnya adalah 525 gram. Oleh karena itu, persentase hasilnya adalah :
% hasil = (525 gram/699,47 gram) x 100% = 75,05%
Persentase hasil 75% bukan merupakan hasil yang terlalu buruk. Akan tetapi, para kimiawan dan insinyur kimia lebih senang mendapatkan hasil yang lebih besar dari 90%. Salah satu industri yang menggunakan Proses Haber memiliki persentase hasil yang lebih dari 99%.
Pada beberapa reaksi kimia, reaktan yang disediakan tidak selalu sesuai dengan nisbah stoikiometrinya. Hal ini berarti, kita akan kehabisan salah satu reaktan dan masih menyisakan reaktan lainnya. Reaktan yang habis terlebih dahulu dikenal dengan istilah pereaksi pembatas. Pereaksi pembatas menentukan jumlah produk yang akan dihasilkan oleh suatu reaksi kimia. Berikut ini kita akan membahas bagaimana cara menentukan pereaksi pembatas melalui contoh berikut :
4 NH3(g) + 5 O2(g) → 4 NO(g) + 6 H2O(l)
Kita mulai dengan 100 gram gas amonia yang direaksikan dengan 100 gram gas oksigen. Reaktan manakah yang merupakan pereaksi pembatas? Berapakah gram gas nitrogen monoksida (NO) yang dapat dihasilkan?
Untuk menentukan reaktan mana yang merupakan pereaksi pembatas, kita dapat menggunakan nisbah (perbandingan) mol terhadap koefisien reaksinya. Kita menghitung jumlah mol masing-masing dan kemudian dibagi dengan koefisien reaksinya masing-masing berdasarkan persamaan reaksi kimia yang telah disetarakan. Nisbah mol terhadap koefisien yang terkecil merupakan pereaksi pembatas.
Mol NH3 = 100 gram/17,024 gram.mol-1 = 5,874 mol
Mol NH3/koefisien NH3 = 5,874/4 = 1,468
Mol O2 = 100 gram/32,00 gram.mol-1 = 3,125 mol
Mol O2/koefisien O2 = 3,125/5 = 0,625
Gas amonia mempunyai nisbah mol terhadap koefisien sebesar 1,468. Sementara, gas oksigen mempunyai nilai nisbah 0,625. Dengan demikian, gas oksigen merupakan pereaksi pembatas. Perhitungan produk yang akan dihasilkan bergantung pada mol gas oksigen.
Nisbah stoikiometri NO terhadap O2 adalah 4 : 5
Mol O2 : Mol NO = Koefisien reaksi O2 : Koefisien reaksi NO
3,125 : Mol NO = 5 : 4
Mol NO = 4/5 x Mol O2 = 4/5 x 3,125 mol = 2,5 mol NO
Massa NO = mol NO x Ar NO = 2,5 mol NO x 30,00 gram NO/mol NO = 75,00 gram NO
Nilai 75,00 gram NO merupakan hasil teoritis. Jika hasil sesungguhnya adalah 70,00 gram, persentase hasil reaksi tersebut adalah sebesar (70,00 gram/75,00 gram) x 100 % = 93,33%.
Kita juga dapat menghitung berapa banyak gas amonia yang tersisa. Perhitungan mol gas amonia yang digunakan dalam reaksi bergantung pada mol gas oksigen sebagai pereaksi pembatas.
Nisbah stoikiometri NH3 terhadap O2 adalah 4 : 5
Mol O2 : Mol NH3 = Koefisien reaksi O2 : Koefisien reaksi NH3
3,125 : Mol NH3= 5 : 4
Mol NH3 = 4/5 x Mol O2 = 4/5 x 3,125 mol = 2,5 mol NH3
Massa NH3 = mol NH3 x Ar NH3 = 2,5 mol NH3 x 17,024 gram NH3/mol NH3 = 42,56 gram NH3
Dengan demikian, jumlah gas amonia yang tersisa (tidak digunakan) adalah sebanyak 100 gram - 42,56 gram = 57,44 gram.
BILANGAN OKSIDASI
Dengan bilangan oksidasi akan mempermudah dalam pengerjaan reduksi atau oksidasi dalam suatu reaksi redoks.
Kita akan membuat contoh dari Vanadium. Vanadium membentuk beberapa ion, V2+ dan V3+. Bagaimana ini bisa terjadi? Ion V2+ akan terbentuk dengan mengoksidasi logam, dengan memindahkan 2 elektron:
Vanadium kini disebut mempunyai biloks +2.
Pemindahan satu elektron lagi membentuk ion V3+:
Vanadium kini mempunyai biloks +3.
Pemindahan elektron sekali lagi membentuk bentuk ion tidak biasa, VO2+.
Biloks vanadium kini adalah +4. Perhatikan bahwa biloks tidak didapat hanya dengan menghitung muatan ion (tapi pada kasus pertama dan kedua tadi memang benar).
Bilangan oksidasi positif dihitung dari total elektron yang harus dipindahkan-mulai dari bentuk unsur bebasnya.
Vanadium biloks +5 juga bisa saja dibentuk dengan memindahkan elektron kelima dan membentuk ion baru.
Setiap kali vanadium dioksidasi dengan memindahkan satu elektronnya, biloks vanadium bertambah 1.
Sebaliknya, jika elektron ditambahkan pada ion, biloksnya akan turun. Bahkan dapat didapat lagi bentuk awal atau bentuk bebas vanadium yang memiliki biloks nol.
Bagaimana jika pada suatu unsur ditambahkan elektron? Ini tidak dapat dilakukan pada vanadium, tapi dapat pada unsur seperti sulfur.
Ion sulfur memiliki biloks -2.
Biloks menunjukkan total elektron yang dipindahkan dari unsur bebas (biloks positif) atau ditambahkan pada suatu unsur (biloks negatif) untuk mencapai keadaan atau bentuknya yang baru.
Dengan memahami pola sederhana ini akan mempermudah pemahaman tentang konsep bilangan oksidasi. Jika anda mengerti bagaimana bilangan oksidasi berubah selama reaksi, anda dapat segera tahu apakah zat dioksidasi atau direduksi tanpa harus mengerjakan setengah-reaksi dan transfer elektron.
Biloks tidak didapat dengan menghitung jumlah elektron yang ditransfer. Karena itu membutuhkan langkah yang panjang. Sebaliknya cukup dengan langkah yang sederhana, dan perhitungan sederhana.
E Biloks dari unsur bebas adalah nol. Itu karena unsur bebas belum mengalami oksidasi atau reduksi. Ini berlaku untuk semua unsur, baik unsur dengan struktur sederhana seperti Cl2 atau S8, atau unsur dengan struktur besar seperti karbon atau silikon.
* Jumlah biloks dari semua atom atau ion dalam suatu senyawa netral adalah nol.
* Jumlah biloks dari semua atom dalam suatu senyawa ion sama dengan jumlah muatan ion tersebut.
* Unsur dalam senyawa yang lebih elektronegatif diberi biloks negatif. Yang kurang elektronegatif diberi biloks positif. Ingat, Fluorin adalah unsur paling elektronegatif, kemudian oksigen.
* Beberapa unsur hampir selalu mempunyai biloks sama dalam senyawanya:
unsur | Bilangan Oksidasi | Pengecualian |
---|---|---|
Logam golongan I | selalu +1 | |
Group 2 metals | selalu +2 | |
Oksigen | biasanya -2 | Kecuali dalam peroksida dan F2O (lihat dibawah) |
Hidrogen | biasanya +1 | Kecuali dalam hidrida logam, yaitu -1 (lihat dibawah) |
Fluorin | selalu -1 | |
Klorin | biasanya -1 | Kecuali dalam persenyawaan dengan O atau F (lihat dibawah) |
Hidrogen dalam hidrida logam
Yang termasuk hidrida logam antara lain natrium hidrida, NaH. Dalam senyawa ini, hidrogen ada dalam bentuk ion hidrida, H-. Biloks dari ion seperti hidrida adalah sama dengan muatan ion, dalam contoh ini, -1.
Dengan penjelasan lain, biloks senyawa netral adalah nol, dan biloks logam golongan I dalam senyawa selalu +1, jadi biloks hidrogen haruslah -1 (+1-1=0).
Oksigen dalam peroksida
Yang termasuk peroksida antara lain, H2O2. Senyawa ini adalah senyawa netral, jadi jumlah biloks hidrogen dan oksigen harus nol.
Karena tiap hidrogen memiliki biloks +1, biloks tiap oksigen harus -1, untuk mengimbangi biloks hidrogen.
Oksigen dalam F2O
Permasalahan disini adalah oksigen bukanlah unsur paling elektronegatif. Fluorin yang paling elektronegatif dan memiliki biloks -1. Jadi biloks oksigen adalah +2.
Klorin dalam persenyawaan dengan fluorin atau oksigen
Klorin memiliki banyak biloks dalam persenyawaan ini. Tetapi harus diingat, klorin tidak memiliki biloks -1 dalam persenyawaan ini.
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam Cr2+?
Untuk ion sederhana seperti ini, biloks adalah jumlah muatan ion, yaitu +2 (jangan lupa tanda +)
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam CrCl3?
CrCl3 adalah senyawa netral, jadi jumlah biloksnya adalah nol. Klorin memiliki biloks -1. Misalkan biloks kromium adalah n:
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam Cr(H2O)63+?
Senyawa ini merupakan senyawa ion, jumlah biloksnya sama dengan muatan ion. Ada keterbatasan dalam mengerjakan biloks dalam ion kompleks seperti ini dimana ion logam dikelilingi oleh molekul-molekul netral seperti air atau amonia.
Jumlah biloks dari molekul netral yang terikat pada logam harus nol. Berarti molekul-molekul tersebut dapat diabaikan dalam mengerjakan soal ini. Jadi bentuknya sama seperti ion kromium yang tak terikat molekul, Cr3+. Biloksnya adalah +3.
Apakah bilangan oksidasi dari kromium dalam ion dikromat, Cr2O72-?
Biloks oksigen adalah -2, dan jumlah biloks sama dengan jumlah muatan ion. Jangan lupa bahwa ada 2 atom kromium.
Apakah bilangan oksidasi dari tembaga dalam CuSO4?
Dalam mengerjakan soal oksidasi tidak selalu dapat memakai cara sederhana seperti diatas. Permasalahan dalam soal ini adalah dalam senyawa terdapat dua unsur (tembaga dan sulfur) yang biloks keduanyadapat berubah.
Ada dua cara dalam memecahkan soal ini:
E Senyawa ini merupakan senyawa ionik, terbentuk dari ion tembaga dan ion sulfat, SO42-, untuk membentuk senyawa netral, ion tembaga harus dalam bentuk ion 2+. Jadi biloks tembaga adalah +2.
E Senyawa ini juga dapat ditulis tembaga(II)sulfat. Tanda (II) menunjukkan biloksnya adalah 2. Kita dapat mengetahui bahwa biloksnya adalah +2 dari logam tembaga membentuk ion positif, dan biloks adalah muatan ion.
Dalam penamaan senyawa
Anda pasti pernah tahu nama-nama ion seperti besi(II)sulfat dan besi(III)klorida. Tanda (II) dan (III) merupakan biloks dari besi dalam kedua senyawa tersebut: yaitu +2 dan +3. Ini menjelaskan bahwa senyawa mengandung ion Fe2+ dan Fe3+.
Besi(II)sulfat adalah FeSO4. Ada juga senyawa FeSO3 dengan nama klasik besi(II)sulfit. Nama modern menunjukkan biloks sulfur dalam kedua senyawa.
Ion sulfat yaitu SO42-. Biloks sulfur adalah +6. Ion tersebut sering disebut ion sulfat(VI).
Ion sulfit yaitu SO32-. Biloks sulfur adalah +4. Ion ini sering disebut ion sulfat(IV). Akhiran -at menunjukkan sulfur merupakan ion negatif.
Jadi lengkapnya FeSO4 disebut besi(II)sulfat(VI), dan FeSO3 disebut besi(II)sulfat(IV). Tetapi karena kerancuan pada nama-nama tersebut, nama klasik sulfat dan sulfit masih digunakan.
Menggunakan bilangan oksidasi untuk menentukan yang dioksidasi dan yang direduksi.
Ini merupakan aplikasi bilangan oksidasi yang paling umum. Seperti telah dijelaskan:
Pada contoh berikut ini, kita harus menentukan apakah reaksi adalah reaksi redoks, dan jika ya apa yang dioksidasi dan apa yang direduksi.
Contoh 1:
Reaksi antara magnesium dengan asam hidroklorida:
Apakah ada biloks yang berubah? Ya, ada dua unsur yang berupa senyawa pada satu sisi reaksi dan bentuk bebas pada sisi lainnya. Periksa semua biloks agar lebih yakin.
Biloks magnesium naik, jadi magnesium teroksidasi. Biloks hidrogen turun, jadi hidrogen tereduksi. Klorin memiliki biloks yang sama pada kedua sisi persamaan reaksi, jadi klorin tidak teroksidasi ataupun tereduksi.
Contoh 2:
Reaksi antara natrium hidroksidsa dengan asam hidroklorida:
Semua bilangan oksidasi diperiksa:
Ternyata tidak ada biloks yang berubah. Jadi, reaksi ini bukanlah reaksi redoks.
Contoh 3:
Reaksi antara klorin dan natrium hidroksida encer dingin:
Jelas terlihat, biloks klorin berubah karena berubah dari undur bebas menjadi dalam persenyawaan. Bilangan oksidasi diperiksa:
Klorin ternyata satu-satunya unsur yang mengalami perubahan biloks. Lalu, klorin mengalami reduksi atau oksidasi? Jawabannya adalah keduanya. Satu atom klorin mengalami reduksi karena biloksnya turun, atom klorin lainnya teroksidasi.
Peristiwa seperti ini disebut reaksi disproporsionasi. Reaksi disproporsionasi yaitu reaksi dimana satu unsur mengalami oksidasi maupun reduksi.
Menggunakan bilangan oksidasi untuk mengerjakan proporsi reaksi
Bilangan oksidasi dapat berguna dalam membuat proporsi reaksi dalam reaksi titrasi, dimana tidak terdapat informasi yang cukup untuk menyelesaikan persamaan reaksi yang lengkap.
Ingat, setiap perubahan 1 nilai biloks menunjukkan bahwa satu elektron telah ditransfer. Jika biloks suatu unsur dalam reaksi turun 2 nilai, berarti unsur tersebut memperoleh 2 elektron.
Unsur lain dalam reaksi pastilah kehilangan 2 elektron tadi. Setiap biloks yang turun, pasti diikuti dengan kenaikan yang setara biloks unsur lain.
Ion yang mengandung cerium dengan biloks +4 adalah zat pengoksidasi (rumus molekul rumit, tidak sekedar Ce4+). Zat tersebut dapat mengoksidasi ion yang mngandung molybdenum dari biloks +2 menjadi +6. Biloks cerium menjadi +3 ( Ce4+). Lalu, bagaimana proporsi reaksinya?
Biloks molybdenum naik sebanyak 4 nilai. Berarti biloks cerium harus turun sebanyak 4 nilai juga.
Tetapi biloks cerium dalam tiap ionnya hanya turun 1 nilai, dari +4 menjadi +3. Jadi jelas setidaknya harus ada 4 ion cerium yang terlibat dalam setiap reaksi dengan molybdenum ini.
Proporsi reaksinya adalah 4 ion yang mengandung cerium dengan 1 ion molybdenum.
No comments:
Post a Comment