Wednesday, June 26, 2013

Tugas Besar Rekayasa Pondasi II

TUGAS BESAR
REKAYASA PONDASI II

PERENCANAAN TIANG PANCANG
                                               
Diajukan Untuk Syarat Mendapatkan Nilai Akhir Mata Kuliah
Rekayasa Pondasi II Program Studi Teknik Sipil



Oleh:
Hendi Hamdani
1011015

  


PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI GARUT
GARUT

2013


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/ tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain.
Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung yang terletak pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah adalah pondasi tiang.

2.1.1 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)
Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau bangunan - bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.
Penyelidikan tanah diperlukan untuk menentukan pilihan jenis pondasi, daya dukungnya dan untuk menentukan metode konstruksi yang efisien dan juga diperlukan untuk menentukan stratifikasi (pelapisan) tanah dan karakteristik teknis tanah sehingga perancangan dan konstruksi pondasi dapat dilakukan dengan ekonomis.


2.1.2 Kemampatan dan Konsolidasi Tanah
Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan beton itu adalah bahan yang tidak mempunyai air pori. Itulah sebabnya volume pemampatan baja dan beton tidak mempunyai masalah. Sebaliknya karena tanah mempunyai pori yang besar, maka pem bebanan biasa akan mengakibatkan deformasi tanah yang besar. Hal ini tentu akan mengakibatkan penurunan pondasi yang akan merusak konstruksi.
Berlainan dengan bahan-bahan konstruksi yang lain, karekteristik tanah itu didominasi oleh karakteristik mekanisme seperti permeabilitas tanah atau kekuatan geser yang berubah-ubah sesuai dengan pembebanan.
Mengingat kemampatan butir-butir tanah atau air itu secara teknis sangat kecil sehingga dapat diabaikan, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat dipandang sebagai suatu gejala penyusutan pori. Jika beban yang bekerja pada tanah itu kecil, maka deformasi itu terjadi tanpa pergeseran pada titik-titik antara butir-butir tanah. Deformasi pemampatan tanah yang terjadi memperlihatkan gejala yang elastis, sehingga bila beban yang itu ditiadakan, tanah akan kembali pada bentuk semula. Umumnya beban-beban yang bekerja mengakibatkan pergeseran titik-titik sentuh antara butir-butir tanah, yang mengakibatkan perubahan susunan butir-butir tanah sehingga terjadi deformasi pemampatan, deformasi sedemikian disebut deformasi plastis, karena bilamana tanah ditiadakan, tanah itu tidak akan kembali pada bentuk semula.

2.2 Pondasi Tiang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal kesumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).
Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003).

2.2.1 Klasifikasi Pondasi Tiang
Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat diklasifikasikan atas :
1). Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang kedalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan memukul kepala tiang dengan palu atau getaran atau dengan penekan secara hidrolis.
2). Tiang Bor
Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.

2.2.2 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang
Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan sebagai berikut:
a.    Berdasarkan Material dan Karakteristik Strukturnya
Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori antara lain:
1.      Tiang pancang kayu
2.      Tiang pancang beton
3.      Tiang pancang baja
4.      Tiang pancang komposit


b.     Menurut Pemasangannya
Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu:
1.      Tiang pancang pracetak
2.      Tiang pancang yang di cor di tempat

2.2.3 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment)
Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Drop hammer
2. Single - acting hammer
3. Double - acting hammer
Bagian - bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul (hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.

2.3 Pengujian Sondir (Sondering Test/ Cone Penetration Tes “CPT”)
Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60º dan dengan luasan ujung 1,54 in² (10 cm²). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc ) juga terus diukur.
Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.
Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu:
1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil.
2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.
Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas.
Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut:
1.    Hambatan Lekat (HL)
HL = (JP-PK)x ............................................................................................(2.1)

2.    Jumlah Hambatan Lekat (JHL/JHP)
JHL =  ............................................................................................(2.2)
Dimana:
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (Kg/cm2)
PK= Perlawanan penetrasi konus, qc (Kg/cm2)
A  = Interval pembacaan (Setiap kedalaman 20 cm)
B  = Faktor alat = luas konus/ luas torak = 10 cm

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.
Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah

2.4 Kapasitas Daya Dukung
2.4.1 Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir
Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan peranan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) tiang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
            Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As.....................................................................(2.3)
Dimana:
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang
Qs =  Kapasitas tahanan kulit
qb  = Kapasitas daya dukung di ujung tiang per satuan luas
Ab = Luas di ujung tiang
f    = Satuan tahanan kulit per satuan luas
As = Luas kulit tiang

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.
Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus:
Qult = (qc x Ap) + (JHL x K) .................................................................(2.4)
Dimana:
Qult   = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal
qc      = Tahanan ujung sondir
Ap     = Luas penampang tiang
JHL  = Jumlah hambatan lekat
K      = Keliling tiang

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus:
            Qijin =  ...........................................................................(2.5)
Dimana:
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi
qc   = Tahanan ujung sondir
Ap  = Luas penampang tiang
JHL= Jumlah hambatan lekat
K    = Keliling tiang

DOWNLOAD MATERI: 

No comments: