Bagaimana Flirting dengan Lawan Jenis?
Berbeda dengan keyakinan yang sudah beredar luas, hanya ada dua tipe manusia yang melakukan flirting: Pertama, mereka yang masih single, dan yang sudah menikah. Single melakukan flirting,
karena mereka single, dan oleh karena itu tidak ada seorang pun yang
berkewajiban untuk diskusi dengan mereka, tidur dengan mereka, atau
sharing dengan mereka di rumah. Namun orang yang sudah menikah, mereka
adalah teka teki yang agak rumit. Mereka sudah menemukan pasangan yang
cocok, lalu memiliki kehidupan seks yang baik, dan memiliki keturunan.
Mereka sudah melaksanakan tugas evolusi biologis mereka. Genom mereka
akan bertahan.
Lalu, kenapa mereka tetap melakukan flirting? Satu hal yang pasti, flirting
bukan hanya mengenai pembicaraan, namun juga gerakan tubuh, dan tatapan
mata. Perhatikan bagaimana seseorang berhadapan dengan lawan jenis, dan
mengangkat tumitnya? Perhatikan juga gerakan alis yang dibuat, yang di
barengi dengan senyuman kecil, dan tatapan yang berkelanjutan? Ilmuwan
menamakan aksi kecil ini sebagai ‘persiapan kontak’, sebab mereka
merupaka indikasi non verbal, bahwa mereka sudah siap melakukan kontak
fisik. Signal ini sangat penting, dari suatu proses inisiasi hubungan
heterokseksual. Artinya, mereka adalah signal fisis, bahwa tidak ada
maksud untuk mendominasi, atau melarikan diri. Signal tersebut adalah
pesan potensial dimana lawan jenis harus berikan, sebelum fase berbicara
yang rumit dimulai. Mereka adalah fase pembukaan.
Tidak Bisa Dihindari
Manusia diprogram untuk melakukan itu, secara biologis dan kultural. Bagian biologis flirting telah
diselidiki oleh berbagai peneliti. Pakar Ethologi Eibl Eibesfeld, dari
Institut Max Planck Jerman, membuat film dokumentasi mengenai suku-suku
Afrika pada tahun 60an dan menemukan bahwa perempuan disana melakukan
tatapan panjang yang diikuti dengan gerakan kepala, diikuti dengan
senyuman kecil, seperti yang dilihat di Amerika. Ahli Biologi Evolusi
menyarankan, bahwa individu yang melakukan manuver flirting
dapat dipastikan akan mudah menemukan pasangan, dan melakukan
reproduksi. Perilaku seperti ini yang akhirnya menyebar luas ke semua
manusia.
‘Banyak orang merasa bahwa flirting adalah
abgian dari bahasa universal terkait dengan cara kita berkomunikasi,
terutama secara non verbal’, demikian kata Jeffry Simpson, direktur
program psikologi sosial pada Universitas Minnesota. Simpson sekarang
melakukan kajian pada peranan atraksi dan flirting mainkan
pada berbagai fase waktu siklus ovulasi perempuan. Riset tersebut
menemukan, bahwa perempuan yang sedang berovulasi jauh lebih atraktif
bagi pria yang flirty. ‘Pria tersebut memiliki karakteristik yang menarik bagi perempuan, dan mereka atraktif dengan perilaku flirty
tersebut’, demikian kata dia. Simpson tidak terlalu yakin mengapa
perempuan berperilaku seperti ini, namun ternyata pria yang bercinta
dengan perempuan yang berovulasi memiliki kesempatan besar untuk
berprokreasi dan menurunkan gen flirty tersebut, yang berarti bahwa bayi tersebyt akan memiliki lebih banyak bayi dan seterusnya.
Tentu saja, ini bukanlah pilihan sadar, sebab flirting tidak
harus dilakukan secara sadar. ‘ Dengan melakukan hal ini, terutama
bagian non verbal, orang tidak sadar bahwa mereka melakukan hal itu’,
demikian kata Simpson. ‘Anda tidak melihat seperti apa rupanya. Orang
bisa saja memberikan gerakan flirting, dan tidak sadar bahwa gerakan tersebut sangat kuat.
Flirting dengan Tujuan
Salah satu poin, jika sudah bergerak ke fase verbal dari flirtation, dapat dipastikan bahwa itu memiliki maksud. Ada beberapa pemikiran yang mengajarkan, bahwa tidak ada yang salah dengan itu. Flirtation adalah permainan yang kita mainkan, suatu gerakan dansa yang semua orang sudah tahu ke mana arahnya. ‘Orang bisa saja melakukan flirting tanpa memiliki maksud apa apa’, demikian kata peneliti seksologi Timothy Perper, yang sudah meneliti fenomena flirting selama 30 tahun. ‘flirting menangkap
minat dari orang lain dan mengatakan ‘Apakah kamu mau bermain?’. Dan
salah satu hal menarik dari permainan ini adalah, aturan normal dari
interaksi sosial cenderung lentur. Kejelasan (‘Clarity’) bukanlah poin
utama. ‘ Flirting membuka
jendel potensial, bukan iya, bukan juga tidak,’ demikian kata Perper.
‘Jadi kita terlibat dalam permainan kompleks dari ‘mungkin”.
Begitu kita sudah mempelajari
permainan ‘mungkin’ ini, maka kita akan terbiasa. ‘Kita semua belajar
aturan bagaimana untuk berperilaku di berbagai situasi, dan ini
membuatnya mudah bagi orang untuk tahu bagaimana bertindak, bahkan
ketika gugup,’ demikian kata Antonia Abbey, profesor psikologi pada
Universitas Wayne State. Seperti juga kita belajar naskah bagaimana
berperilaku yang baik di restoran atau pertemuan bisnis, kita juga
mempelajari bagaimana berbicara dengan lawan jenis, demikian kata dia.
‘Kita sering membuat naskah pembicaraan ini tanpa berpikir’, demikian
kata dia. ‘Bagi beberapa pria dan perempuan, naskah ini dapat dipelajari
dengan baik, sehingga flirting menjadi strategi yang nyaman untuk berinterasi dengan orang lain’. Dengan kata lain, ketika kita ragu, kita melakukan fliriting.
Diterjemahkan secara bebas dari:
The Science of Romance: Why We Flirt – TIME http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,1704684,…
No comments:
Post a Comment